Suku Minangkabau
Suku Minangkabau atau Minang (seringkali disebut Orang Padang) adalah
suku yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal karena
adatnya yang matrilineal, walau orang-orang Minang sangat kuat memeluk
agama Islam. Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah (Adat
bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur'an) merupakan cerminan adat
Minang yang berlandaskan Islam.
Suku Minang terutama menonjol dalam bidang pendidikan dan perdagangan.
Lebih dari separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam
perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar,
seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan
Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat
di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura. Di seluruh
Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini yang populer
dengan sebutan masakan Padang, sangatlah digemari.
Minangkabau merupakan tempat berlangsungnya perang Paderi yang terjadi
pada tahun 1804 - 1837. Kekalahan dalam perang tersebut menyebabkan suku
ini berada dibawah kekuasaan pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Suku dalam Etnis Minangkabau
Dalam etnis Minangkabau terdapat banyak klan, yang oleh orang Minang
sendiri hanya disebut dengan istilah suku. Beberapa suku besar mereka
adalah suku Piliang, Bodi Caniago, Tanjuang, Koto, Sikumbang, Malayu,
Jambak; selain terdapat pula suku pecahan dari suku-suku utama tersebut.
Kadang beberapa keluarga dari suku yang sama, tinggal dalam suatu rumah
yang disebut Rumah Gadang.
Di masa awal terbentuknya budaya Minangkabau, hanya ada empat suku dari
dua lareh (laras) atau kelarasan . Suku-suku tersebut adalah:
• Suku Koto
• Suku Piliang
• Suku Bodi
• Suku Caniago
Dan dua kelarasan itu adalah :
1. Lareh Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan
2. Lareh Bodi Caniago, digagas oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang
Perbedaan antara dua kelarasan itu adalah:
• Lareh Koto Piliang menganut sistem budaya Aristokrasi Militeristik[rujukan?]
• Lareh Bodi Caniago menganut sistem budaya Demokrasi Sosialis[rujukan?]
Dalam masa selanjutnya, munculah satu kelarasan baru bernama Lareh Nan
Panjang, diprakarsai oleh Datuk Sakalok Dunia nan Bamego-mego. Sekarang
suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan
suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari persamaannya dengan suku
induk. Di antara suku-suku tersebut adalah:
• Suku Tanjung
• Suku Sikumbang
• Suku Sipisang
• Suku Bendang
• Suku Melayu (Minang)
• Suku Guci
• Suku Panai
• Suku Jambak
• Suku Kutianyie atau Suku Koto Anyie
• Suku Kampai
• Suku Payobada
• Suku Pitopang atau Suku Patopang
• Suku Mandailiang
• Suku Mandaliko
• Suku Sumagek
• Suku Dalimo
• Suku Simabua
• Suku Salo
• Suku Singkuang atau Suku Singkawang
Etimologi
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang (menang) dan kabau
(kerbau). Nama itu berasal dari sebuah legenda. Konon pada abad ke-13,
kerajaan Singasari melakukan ekspedisi ke Minangkabau. Untuk mencegah
pertempuran, masyarakat lokal mengusulkan untuk mengadu kerbau Minang
dengan kerbau Jawa. Pasukan Majapahit menyetujui usul tersebut dan
menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif. Sedangkan masyarakat
Minang menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau
pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau itu mencari kerbau Jawa
dan langsung mencabik-cabik perutnya, karena menyangka kerbau tersebut
adalah induknya yang hendak menyusui. Kecemerlangan masyarakat Minang
tersebutlah yang menjadi inspirasi nama Minangkabau.
Namun dari beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama Minangkabau sudah
ada jauh sebelum peristiwa adu kerbau itu terjadi, dimana istilah yang
lebih tepat sebelumnya adalah "Minangkabwa", "Minangakamwa",
"Minangatamwan" dan "Phinangkabhu". Istilah Minangakamwa atau
Minangkamba berarti Minang (sungai) Kembar yang merujuk pada dua sungai
Kampar yaitu Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Sedangkan istilah
Minangatamwan yang merujuk kepada Sungai Kampar memang disebutkan dalam
prasasti Kedukan Bukit dimana disitu disebutkan bahwa Pendiri Kerajaan
Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang melakukan migrasi massal dari hulu
Sungai Kampar (Minangatamwan) yang terletak di sekitar daerah Lima Puluh
Kota, Sumatera Barat.
Asal Usul
Suku Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda)
yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera
sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat
ini masuk dari arah Timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar
atau Minangkamwa (Minangatamwan) hingga tiba di dataran tinggi Luhak
nan Tigo (darek). Kemudian dari Luhak nan Tigo inilah suku Minang
menyebar ke daerah pesisir (pasisie) di pantai barat pulau Sumatera,
yang terbentang dari Barus di utara hingga Kerinci di selatan.
Selain berasal dari Luhak nan Tigo, masyarakat pesisir juga banyak yang
berasal dari India Selatan dan Persia. Dimana migrasi masyarakat
tersebut terjadi ketika pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan
alternatif perdagangan selain Malaka, ketika kerajaan tersebut jatuh ke
tangan Portugis.
Sosial Kemasyarakatan
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan
daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada
kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di
sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal
adat yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri
dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan
ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil musyawarah
dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang
mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
Minangkabau Perantauan
Jumlah Perantau
Rumah Gadang
Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk suku Minangkabau yang
hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Etos merantau orang
Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di
Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mohctar Naim,
pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang yang berdomisili di
luar Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 1971 jumlah itu meningkat
menjadi 44 %.[2] Berdasarkan sensus tahun 2000, suku Minang yang tinggal
di Sumatera Barat berjumlah 3,7 juta jiwa.[3] Dengan perkiraan 7 juta
orang Minang di seluruh dunia, berarti lebih dari separuh orang Minang
berada di perantauan. Melihat data tersebut, maka terdapat perubahan
cukup besar pada etos merantau orang Minangkabau dibanding suku lainnya
di Indonesia. Sebab menurut sensus tahun 1930, perantau Minangkabau
hanya sebesar 10,5% dibawah orang Bawean (35,9 %), Batak (14,3 %), dan
Banjar (14,2 %).
Gelombang Rantau
Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Migrasi
besar-besaran pertama terjadi pada abad ke-14, dimana banyak keluarga
Minang yang berpindah ke pesisir timur Sumatera hingga ke Negeri
Sembilan, Malaysia. Bersamaan dengan gelombang migrasi ke arah timur,
juga terjadi perpindahan masyarakat Minang ke pesisir barat Sumatera. Di
sepanjang pesisir ini perantau Minang mendirikan koloni-koloni dagang,
seperti di Meulaboh, Aceh tempat keturunan Minang dikenal dengan sebutan
Aneuk Jamee. Setelah Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada
tahun 1511, banyak keluarga Minangkabau yang berpindah ke Sulawesi
Selatan. Mereka menjadi pendukung kerajaan Gowa, sebagai pedagang dan
administratur kerajaan. Datuk Makotta bersama istrinya Tuan Sitti,
sebagai cikal bakal keluarga Minangkabau di Sulawesi.[4] Gelombang
migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-18, yaitu ketika Minangkabau
mendapatkan hak istimewa untuk mendiami kawasan Kesultanan Riau-Lingga.
Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, migrasi besar-besaran terjadi pada
tahun 1920, ketika perkebunan tembakau di Deli Serdang, Sumatera Timur
mulai dibuka. Pada masa kemerdekaan, Minang perantauan banyak mendiami
kota-kota besar di Jawa, terutama Jakarta. Kini Minang perantauan hampir
tersebar di seluruh dunia.
Perantauan Intelektual
Pada akhir abad ke-18, banyak pelajar Minang yang merantau ke Mekkah
untuk mendalami agama Islam, diantaranya Haji Miskin, Haji Piobang, dan
Haji Sumanik. Setibanya di tanah air, mereka menyebarluaskan pemikiran
Islam yang murni, dan menjadi penyokong kuat gerakan Paderi di
Minangkabau. Gelombang kedua perantauan ke Timur Tengah terjadi pada
awal abad ke-20, yang dimotori oleh Abdul Karim Amrullah, Tahir
Jalaluddin, dan Muhammad Jamil Jambek. Banyak perantau Minang yang
menetap dan sukses di Mekkah, diantara mereka ialah Ahmad Khatib
Al-Minangkabawi yang menjadi imam Mesjid Al-Haram
Selain ke Timur Tengah, pelajar Minangkabau juga banyak yang merantau ke
Eropa. Mereka antara lain Abdoel Rivai, Mohammad Hatta, Sutan Syahrir,
Roestam Effendi, dan Nazir Pamuntjak. Intelektual lain, Tan Malaka,
hidup mengembara di delapan negara Eropa dan Asia, membangun jaringan
pergerakan kemerdekaan Asia. Semua pelajar Minang tersebut, yang
merantau ke Eropa sejak akhir abad ke-19, menjadi pejuang kemerdekaan
dan pendiri Republik Indonesia.
Sebab Merantau
Faktor Budaya
Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya
ialah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan
harta pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam
hal ini cukup kecil. Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang
memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim
merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin
berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.
Menurut Rudolf Mrazek, sosiolog Belanda, dua tipologi budaya Minang,
yakni dinamisme dan anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka,
kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas, hal ini menyebabkan
tertanamnya budaya merantau pada masyarakat Minangkabau. Semangat untuk
merubah nasib dengan mengejar ilmu dan kekayaan, serta pepatah Minang
yang mengatakan Ka ratau madang dahulu, babuah babungo alun (lebih baik
pergi merantau karena dikampung belum berguna) mengakibatkan pemuda
Minang untuk pergi merantau sedari muda.
Faktor Ekonomi
Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan
bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil
pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat
menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang menjadi
penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk memenuhi
kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa keluarga. Selain
itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya daerah perkebunan
dan pertambangan. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang
Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang. Untuk kedatangan
pertamanya ke tanah rantau, biasanya para perantau menetap terlebih
dahulu di rumah dunsanak yang dianggap sebagai induk semang. Para
perantau baru ini biasanya berprofesi sebagai pedagang kecil.
Orang Minangkabau dan Pencapaiannya
Suku Minang terkenal sebagai suku yang terpelajar, oleh sebab itu pula
mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan manca-negara dalam berbagai
macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis,
ulama, pengajar, jurnalis, dan pedagang. Berdasarkan jumlah populasi
yang relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau merupakan
salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian. Majalah Tempo dalam
edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting
Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minang.
Sejak dulu orang Minang telah merantau ke berbagai daerah di Jawa,
Sulawesi, semenanjung Malaysia, Thailand, Brunei, hingga Philipina. Di
tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan Kesultanan Sulu di Philipina
selatan. Pada abad ke-14 orang Minang melakukan migrasi ke Negeri
Sembilan, Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri baru tersebut dari
kalangan mereka. Raja Melewar merupakan raja pertama Negeri Sembilan
yang diangkat pada tahun 1773. Di akhir abad ke-16, ulama Minangkabau
Dato Ri Bandang dan Dato Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesia timur
dan mengislamkan kerajaan Gowa.
Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di Kairo dan Mekkah
mempengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern
Sumatera Thawalib dan Diniyah Putri banyak melahirkan aktivis yang
banyak berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain A.R Sutan Mansur,
Siradjuddin Abbas, dan Djamaluddin Tamin.
Pada periode 1920 - 1960 banyak politisi Indonesia yang berpengaruh
berasal dari Minangkabau. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau
duduk sebagai perdana menteri (Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, Abdul
Halim, Muhammad Natsir), seorang sebagai wakil presiden (Mohammad
Hatta), seorang sebagai presiden Republik Indonesia dibawah RIS
(Assaat), seorang menjadi pimpinan parlemen (Chaerul Saleh), dan puluhan
yang menjadi menteri, diantara yang cukup terkenal ialah Agus Salim dan
Muhammad Yamin. Selain di pemerintahan, di masa Demokrasi Liberal
parlemen Indonesia di dominasi oleh politisi Minang. Mereka tergabung
kedalam aneka macam partai dan ideologi, Islamis, Nasionalis, Komunis
dan Sosialis. Disamping menjabat gubernur Provinsi Sumatera
Tengah/Sumatera Barat, orang Minangkabau juga duduk sebagai gubernur
provinsi lain di Indonesia. Mereka adalah Datuk Djamin (Jawa Barat),
Muhammad Djosan and Muhammad Padang (Maluku), Anwar Datuk Madjo Basa Nan
Kuniang (Sulawesi Tengah), Adenan Kapau Gani (Sumatra Selatan), Djamin
Datuk Bagindo (Jambi).
Penulis dan jurnalis Minang banyak mempengaruhi perkembangan bahasa
Indonesia. Mereka mengembangkan bahasa Indonesia melalui berbagai macam
profesi dan bidang keahlian. Marah Rusli, Abdul Muis, Sutan Takdir
Alisjahbana, Idrus, Hamka, dan A.A Navis sebagai penulis novel. Chairil
Anwar dan Taufik Ismail lewat puisi, serta Abdul Rivai, Djamaluddin
Adinegoro, Rosihan Anwar dan Ani Idrus sebagai jurnalis.
Di Indonesia dan Malaysia, disamping orang Tionghoa, orang Minang juga
terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses
berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan,
pendidikan, dan rumah sakit. Abdul Latief dan Tunku Tan Sri Abdullah
merupakan figur sukses pengusaha Minangkabau.
Banyak pula orang Minang yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai
sutradara, produser, penyanyi, maupun artis. Diantara mereka ialah Usmar
Ismail, Asrul Sani, Arizal, Ani Sumadi, Soekarno M. Noer, dan Dorce
Gamalama.
Orang Minangkabau juga berkontribusi besar di Malaysia dan Singapura,
antara lain Tuanku Abdul Rahman (Yang Dipertuan Agung pertama Malaysia),
Yusof bin Ishak (presiden pertama Singapura), Zubir Said (komposer lagu
kebangsaan Singapura Majulah Singapura), Rais Yatim, Tan Sri Abdul
Samad Idris dan Adnan bin Saidi. Di negeri Belanda, Roestam Effendi yang
mewakili Partai Komunis Belanda, menjadi satu-satunya orang Indonesia
yang pernah duduk sebagai anggota parlemen.
Pedagang Minangkabau
Pedagang Minangkabau merujuk pada profesi sekelompok masyarakat yang
berasal dari ranah Minangkabau. Disamping profesi dokter, guru, dan
ulama, menjadi pedagang merupakan mata pencarian bagi sebagian besar
masyarakat Minangkabau. Biasanya profesi ini menjadi batu loncatan bagi
perantau Minangkabau setibanya di perantauan.
Sejarah
Pedagang-pedagang besar Minangkabau telah menjejakan kakinya sejak abad
ke-7. Mereka menjadi pedagang berpengaruh yang beroperasi di pantai
barat dan pantai timur Sumatra. Pedagang Minang banyak menjual hasil
bumi seperti lada, yang mereka bawa dari pedalaman Minangkabau ke Selat
Malaka melalui sungai-sungai besar seperti Kampar, Indragiri, dan Batang
Hari. Sejak kemunculan Kerajaan Sriwijaya, banyak pedagang Minangkabau
yang bekerja untuk kerajaan. Di sepanjang pantai barat Sumatra, para
pedagang ini membuka pos-pos perdagangannya di kota-kota utama dari Aceh
hingga Bengkulu, seperti Meulaboh, Barus, Tiku, Pariaman, Padang, dan
Bengkulu. Peranan pedagang Minangkabau mulai menurun sejak dikuasainya
pantai barat Sumatra oleh Kesultanan Aceh.
Munculnya kaum Paderi di Sumatera Barat pada akhir abad ke-18, merupakan
kebangkitan kembali pedagang Minangkabau yang dirintis oleh para ulama
Wahabi. Pedagang ini kembali mendapatkan ancaman dari Kolonial Hindia
Belanda sejak dibukanya pos perdagangan Belanda di Padang. Perang Paderi
yang berlangsung selama 30 tahun lebih telah meluluhlantakan
perdagangan Minangkabau sekaligus penguasaan wilayah ini dibawah
kolonial Hindia-Belanda.
Di tahun 1950-an, banyak pedagang Minangkabau yang sukses berbisnis
diantaranya Hasyim Ning, Rahman Tamin, Agus Musin Dasaad, dan Sidi
Tando. Pada masa Orde Baru, kebijakan pemerintah yang berpihak kepada
pedagang Tionghoa sangat merugikan pedagang Minangkabau. Kesulitan
berusaha dialami oleh pedagang Minang pada saat itu, terutama masalah
pinjaman modal di bank serta pengurusan ijin usaha.
Jenis usaha
Restoran
Usaha rumah makan merupakan jenis usaha yang banyak digeluti oleh
pedagang Minang. Jaringan restoran Minang atau yang biasa dikenal dengan
restoran Padang tersebar ke seluruh kota-kota di Indonesia, bahkan
hingga ke Malaysia dan Singapura. Disamping itu terdapat juga usaha
restoran yang memiliki ciri khas dan merek dagang yang dijalani oleh
pedagang dari daerah tertentu. Pedagang asal Kapau, Agam biasanya
menjual nasi ramas yang dikenal dengan Nasi Kapau. Pedagang Pariaman
banyak yang menjual Sate Padang. Sedangkan pedagang asal Kubang, Lima
Puluh Kota menjadi penjual martabak, dengan merek dagangnya Martabak
Kubang. Restoran Sederhana yang dirintis oleh Bustamam menjadi jaringan
restoran Padang terbesar dengan lebih dari 60 cabang yang tersebar di
seluruh Indonesia. Di Malaysia, Restoran Sari Ratu yang didirikan oleh
Junaidi bin Jaba, salah satu restoran Padang yang sukses.
Tekstil
Di pasar tradisional kota-kota besar Indonesia, pedagang Minangkabau
banyak yang menggeluti perdagangan tekstil. Di Jakarta, pedagang
Minangkabau mendominasi pusat-pusat perdagangan tradisional, seperti
Pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Blok M, Pasar Jatinegara, dan
Pasar Bendungan Hilir. Dominansi pedagang tekstil Minangkabau juga
terjadi di Medan dan Pekan Baru. Jika di Medan pedagang Minangkabau
mendominasi Pasar Sukaramai, maka di Pekan Baru mereka dominan di Pasar
Pusat dan Pasar Bawah. Di Surabaya, pedagang tekstil asal Minang banyak
dijumpai di Pasar Turi.
Kerajinan
Orang Minang banyak melakukan perdagangan dari hasil kerajinan. Para
pedagang ini banyak yang menggeluti kerajinan perak, emas, dan sepatu.
Kebanyakan dari mereka berasal dari Silungkang, Sawahlunto dan Pandai
Sikek, Tanah Datar.
Disamping juga banyak yang menggeluti usaha jual-beli barang-barang
antik, dimana usaha ini biasanya digeluti oleh pedagang asal Sungai
Puar, Agam. Pedagang barang antik Minangkabau banyak ditemui di Cikini,
Jakarta Pusat dan Ciputat, Tangerang Selatan
Percetakan
Bisnis percetakan merupakan jenis usaha yang banyak dijalankan oleh
pedagang Minang. Usaha percetakan yang mereka jalani meliputi percetakan
undangan dan buku. Bahkan dari usaha percetakan ini berkembang menjadi
usaha penerbitan buku dan toko buku. Usaha percetakan banyak digeluti
oleh pedagang asal Sulit Air, Solok. Salah satu tokoh sukses yang
menggeluti bisnis percetakan ini ialah H.M Arbie yang berbasis di kota
Medan.
Hotel dan Travel
Bisnis pariwisata terutama jaringan perhotelan dan travel juga banyak
digeluti oleh pengusaha Minangkabau. Di Jakarta, jaringan Hotel Grand
Menteng merupakan jaringan bisnis hotel terbesar milik orang Minang. Di
Pekan Baru, disamping Best Western Hotel milik Basrizal Koto, ada Hotel
Pangeran yang dimiliki oleh Sutan Pangeran. Bisnis travel di geluti oleh
pengusaha asal Payakumbuh, Rahimi Sutan di bawah bendera Natrabu Tour.
Pendidikan
Bisnis pendidikan juga menjadi pilihan bagi orang Minang. Usaha ini
biasanya digeluti oleh para pendidik yang pada mulanya bekerja pada
sekolah negeri atau swasta. Dari pengalaman tersebut, mereka bisa
mengembangkan sekolah, universitas, atau tempat kursus sendiri yang
akhirnya berkembang secara profesional. Di Jakarta, setidaknya terdapat
tiga universitas milik orang Minang, yaitu Universitas Jayabaya,
Universitas Persada Indonesia YAI, dan Universitas Borobudur.
Media
Bakat menulis dan ilmu jurnalistik yang dimiliki oleh orang Minang,
telah melahirkan beberapa perusahaan media besar di Indonesia. Antara
lain ialah koran Oetoesan Melajoe yang didirikan oleh Sutan Maharaja
pada tahun 1915, majalah Panji Masyarakat yang didirikan oleh Hamka,
koran Pedoman yang didirikan oleh Rosihan Anwar, koran Waspada yang
didirikan oleh Ani Idrus, majalah Kartini yang didirikan oleh Lukman
Umar, majalah Femina yang didirikan oleh putra-putri Sutan Takdir
Alisjahbana, dan jaringan televisi TV One yang didirikan oleh Abdul
Latief.
Keuangan
Bisnis di industri keuangan, seperti perbankan, sekuritas, dan asuransi
juga merupakan pilihan bagi pengusaha Minang. Bahkan pengusaha Minang,
Sutan Sjahsam yang juga adik perdana menteri pertama Indonesia Sutan
Sjahrir, merupakan perintis pasar modal di Indonesia. Sjahsam juga
seorang pialang saham dan mendirikan perusahaan sekuritas, Perdanas.
Disamping Sjahsam, ekonom Syahrir juga aktif dalam bisnis sekuritas
dengan mendirikan perusahaan Syahrir Securities. Di bisnis perbankan,
ada pengusaha Minang lainnya, Anwar Sutan Saidi, yang mendirikan Bank
Nasional pada tahun 1930.
Silaturahmi pedagang
Untuk membangun jaringan dan silaturahmi antar pedagang Minangkabau,
maka diadakanlah pertemuan yang dikenal dengan Silaturahmi Saudagar
Minang. Silaturahmi ini pertama kali diadakan di Padang pada tahun 2007
yang dihadiri tak kurang dari 700 pengusaha Minang dari seluruh dunia.
Pedagang sukses
• Djohor Soetan Perpatih, menjadi seorang pedagang sukses di tahun
1930-an. Bersama saudaranya Djohan Soetan Soelaiman, dia mendirikan toko
Djohan Djohor yang terkenal dengan aksi mendiskon barang yang
menyebabkan toko-toko Tionghoa di Pasar Senen, Pasar Baru, dan Kramat
(ketiganya berada di Jakarta) menurunkan harga dagangannya.
• Hasyim Ning merupakan pengusaha Minang sejak era Orde Lama. Bisnisnya
bergerak di bidang otomotif, yaitu sebagai agen tunggal pemegang merek
mobil-mobil asal Eropa dan Amerika Serikat. Hasyim pernah dijuluki pers
sebagai "Raja Mobil dan Henry Ford Indonesia". Dia sempat dituding
sebagai boneka kapitalis ketika pada tahun 1954 perusahan yang
dipimpinnya, Indonesia Service Company, mendapat kredit lunak sebesar
2,6 juta dollar AS dari Development Loan Fund. Selain itu bisnis Hasyim
juga merambah perhotelan dan biro perjalanan.
• Abdul Latief merupakan sosok sukses pengusaha Minangkabau di Jakarta.
Bisnis Abdul Latief meliputi properti dan media dibawah bendera ALatief
Corporation. Pasaraya dan TV One merupakan perusahaan terbesar milik
Latief. Selain sukses sebagai pengusaha, Latief juga menjabat sebagai
menteri Tenaga Kerja di pemerintahan Orde Baru.
• Basrizal Koto merupakan pengusaha asal Pariaman yang menggeluti bisnis
media, hotel, pertambangan, dan peternakan. Basrizal yang dikenal
dengan Basko memiliki hotel yang berbasis di Pekan Baru dan Padang.
Selain itu dia memiliki peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara.
• Rahimi Sutan, pengusaha Minangkabau yang sukses menggeluti bisnis
travel, biro perjalanan, dan rumah makan. Saat ini Natrabu Tour,
perusahaan travel miliknya, bertebaran di seluruh daerah tujuan wisata
di Indonesia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.
• Fahmi Idris merupakan salah satu pengusaha Minang yang juga seorang
politisi. Fahmi mendirikan grup bisnis Kodel yang bergerak dibidang
perdagangan, industri, dan investasi. Fahmi yang telah berbisnis sejak
tahun 1967, sempat berhenti kuliah dari FEUI untuk mulai berwirausaha.
• Datuk Hakim Thantawi, merupakan pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan dan perdagangan di bawah bendera Grup Thaha.
• Tunku Tan Sri Abdullah, merupakan pengusaha Minang-Malaysia yang cukup
sukses. Dibawah bendera Melewar Corporation, bisnisnya meliputi
produksi baja dan manufaktur.
Komentar
Belum Ada Komentar